Foto: Pixabay.com
Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak keunikan dan keunggulan. Yogyakarta menyimpan segudang peninggalan budaya mulai dari kerajinan tangan, museum, musik, bangunan bersejarah, Bahasa, dan masih banyak lagi. Kota pelajar ini memang menyimpan segudang hal yang menarik wisatawan. Tidak terkecuali kulinernya. Yogyakarta terkenal dengan kekayaan kulinernya yang beragam, lezat dan murah meriah, sehingga terjangkau bagi siapa saja yang ingin menikmati kuliner Yogyakarta. Yogyakarta sendiri masih terbagi lagi ke dalam berbagai daerah yang kaya akan kuliner khas masing-masing.
Salah satu daerah di Yogyakarta memiliki kuliner khas yang saat ini sudah dikenal di berbagai daerah. Daerah tersebut adalah daerah Bantul. Kuliner ini disebut dengan mie Lethek/Letheg. Dalam Bahasa jawa, “lethek” memiliki arti kotor atau kusam. Hal ini merujuk kepada warna dari mie yang berbeda dengan mie pada umumnya, yaitu berwarna keabuan karena bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mie ini. Menurut keterangan orang Bantul, sejarah mie lethek dimulai sejak tahun 1920-an dan perusahaan mie lethek pertama didirikan oleh seseorang yang bernama Umar dari Yahman Timur Tengah. Ketertarikan pendiri pabrik mie lethek pertama ini berangkat dari keprihatinan saat melihat kebutuhan rakyat akan pangan yang tinggi. Akhirnya ia mendirikan pabrik yang berbentuk rumah dari kayu jati. Pabrik ini terus diturunkan dan memicu dibangunnya pabrik mie lethek lainnya.
Mie lethek atau letheg dibuat dari tepung tapioka dan singkong kering yang disebut oleh orang Bantul “gaplek”. Awalnya, mie ini dibuat dengan digerus menggunakan batu yang besar dengan tenaga manusia, namun saat ini sudah ada peralatan yang lebih canggih yang memudahkan proses pembuatan mie ini. Salah satu keunggulan dari mie lethek adalah bahannya yang alami dan pembuatannya tidak menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga merupakan makanan yang sehat. Proses pembuatan mie ini dimulai dari nyelender, yaitu pencampuran tepung tapioka dan gaplek, kemudian adonan akan digiling di atas lumpang besar dengan diameter sekitar 2 meter. Adonan akan digiling dengan batu besar yang digerakkan oleh tenaga sapi dan diatur oleh beberapa orang yang mengontrol proses. Para pekerja pabrik mie lethek menyebut proses ini sebagai nyelender karena menggunakan batu yang berbentuk silinder.
Setelah melewati proses nyelender, adonan mie akan dimasak dalam oven kayu bakar, kemudian digiling Kembali. Setelahh itu, adonan akan melewati proses “ngebi”, yaitu proses mencetak dan memotong adonan yang sudah diolah. Setelah dicetak dan dipotong, mie akan dijemur di bawah sinar matahari (dikeringkan). Setelahnya, barulah mie dapat dikemas dan dijual. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat mie lethek minimal 24 jam karena menggunakan sinar matahari. Proses pembuatan mie dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia, sehingga adanya pabrik mie lethek dapat memperluas lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja disekitar pabrik. Dalam membuat mie ini, alat-alat yang digunakan sederhana dan membutuhkan teknologi yang sangat tinggi untuk menggantikannya agar memiliki kualitas yang sama persis. Karenanya, pabrik mie lethek sempat tidak beroperasi selama beberapa tahun sebelum akhirnya dibangun kembali atas keinginan berbagai pihak. Saat ini, mie lethek sudah dapat dibeli dari luar kota dan tersedia di berbagai platform jual-beli online atau e-commerce.
Mie lethek biasanya diolah menjadi berbagai jenis masakan seperti mie Jawa, yang dalam pengolahannya dicampur dengan telur, bakso, sayur sawi, kol, dan berbagai bahan lainnya. Selain bebas dari bahan kimia dan pengawet, mie lethek memiliki kandungan gizi yang baik, bahkan lebih baik daripada mie gandum. Mie ini memiliki khasiat bagi tulang karena kandungan zat besinya. Karena terbuat dari singkong, mie ini merupakan sumber karbohidrat yang baik. Mie ini dapat menjadi pilihan bagi mereka yang sedang berdiet karena karbohidrat dan natriumnya yang rendah dan seratnya yang tinggi. Mie ini juga rendah gluten. Maka dari itu, sudah selayaknya jika mie ini dipopulerkan dan dilestarikan oleh rakyat Indonesia. (P)