Di zaman selebritas dan trend lahir dari media sosial, apakah keberhasilan sebuah
bisnis makanan juga ditentukan dari kelincahan kita di dunia media sosial?
Inilah yang berusaha ditemukan dalam talksow di hari ke-4 Jakarta Eat Festival 2018 yang diselenggarakan Feminagroup bersama Hometown Dairy di Gandaria City. Praktisi branding kuliner Gupta Sitorus, berusaha mengoreknya dari tiga
pebisnis kuliner yang menjadi
viral belakangan ini, yaitu
Roti Nogat,
Dough Darlings, dan
Ombé Kofie.
Roti Nogat yang punya empat toko di Pasar, Pasmod BSD, Veteran, dan Tanah Kusir ini memiliki 18,1K follower di Instagram. Dough Darling yang memiliki dua toko, di Lippo Malll Puri dan Seminyak Bali, memiliki 43,5 K follower. Sementara Ombé Kofie yang sudah melebar dari Pluit, MKG1, SMB, hingga Cikajang ini memiliki 20,1 K follower. Foto-foto dan caption yang mereka unggah di media sosial memang apik, tapi apakah itu kunci keberhasilan bisnis mereka?
Ini sebuah kesempatan langka, karena untuk pertama kalinya, hanya di JEF, Andhyka Darwin dan Harry dari brand Roti Nogat yang fenomenal akan berbicara di depan publik. Keduanya sepakat bahwa viral bukanlah yang pertama mereka pikirkan saat membangun Roti Nogat. "Yang paling penting adalah konsep yang matang, produk yang enak, operasional yang baik yang membuat konsumen puas, dan staf yang solid. Viral adalah hasil dari semua itu.
Sementara bagi Jason, pemilik Ombé Kofie, setidaknya ada dua kunci utama untuk menjadikan bisnisnya segera 'terdengar'. Yang pertama adalah kekuatan komunitas. Jason yang aktif dalam berbagai komunitas olahraga secara sadar membawa orang jadi penasaran untuk datang ke kedai kopi pertamanya di Pluit, sebuah tempat yang saat dibuka tahun 2015 bukan lokasi kedai kopi yang biasa. Kedua, servis kepada pelanggan. Ia percaya, saat seseorang mendapat pelayanan yang memuaskan, maka ia akan kembali lagi bahkan dengan senang hati mempromosikan kedainya.
"Saya selalu mengajarkan pada pekerja saya untuk berani menjawab pertanyaan konsumen dengan pertanyaan. Misalnya saat ditanya di sini menu yang enak apa, tanyakan kopi yang bagaimana yang mereka mau. Dengan begitu konsumen puas dan kita tidak bingung menebak-nebak."
Ketiga, terjun langsung dan tahu persis apa yang kita mau. Jason berpesan, jangan biarkan trend mendikte Anda. Ini juga disetujui Andika dan Harry. Menurut mereka saat memulai, kita harus fokus dengan produk kita sendiri dulu, sambil memberi sedikit ruang untuk menyingkapi trend yang berlaku.
Bahkan saat mengikuti trend kuliner, kita juga bisa membuat terobosan. Seperti yang dilakukan Dough Darling. Ivan Mario, Co-founder donat yang memiliki tagline handcrafted artisanal douhnut ini mengikuti arus gourmet doughnuts yang sedang trend di dunia. Pria yang berlatar belakang forografi ini membangun Dough Darling dengan pendekatan modern, di luar rasa yang enak, juga perlu tampilan keren. Satu pelajaran penting dari Ivan, Dough Darling tidak pernah membayar orang (selebgram atau figur terkenal) untuk mempromosikan produk mereka.
"Kami tidak pernah melakukan endorsement. Kami percaya produk kami bagus dan
words of mouth lebih
powerful daripada sekadar endorse,"ujar Ivan.
Kesimpulannya, jangan terlalu pusing memikirkan konten media sosial dulu. Pikirkan dulu matang-matang konsep dan produk Anda.
Sebagai ucapan terima kasih atas ilmu yang dibagi, JEF memberi para narasumber sekotak Sayurbox. Sementara pengunjung yang sudah menyimak ilmu bisa pulang membawa Hometown Diary dan yang beruntung mendapatkan voucher dari Roti Nogat. Kenyang ilmu, kenyang perut.
(P)
Baca juga:
Dinamika Kuliner Indonesia di Mata Chef Fernando Sindu dan Chef Degan
Pembukaan Jakarta Eat Festival 2018 dan Misi Mengangkat Kuliner